Serial No.10 Juventus: Roberto Baggio dan Cinta yang Mendalam untuk La Viola - Majalah Online

Breaking

Sabtu, 18 April 2020

Serial No.10 Juventus: Roberto Baggio dan Cinta yang Mendalam untuk La Viola

Serial No.10 Juventus: Roberto Baggio dan Cinta yang Mendalam untuk La Viola

Serial No.10 Juventus: Roberto Baggio dan Cinta yang Mendalam untuk La Viola


Majalah Online - Setelah dikenakan Michel Platini, seragam nomor 10 milik Juventus melanglang buana ke punggung beberapa nama. Sampai kemudian tiba di punggung salah satu pemain terbaik dalam sejarah Italia, Roberto Baggio.

Pria kelahiran Caldogno, Italia, tersebut berlabuh di Turin pada tahun 1990. Kala itu, Juventus merogoh kocek sebesar delapan juta pounds sebagai mahar untuk klub sebelumnya, Fiorentina. Angkanya terdengar kecil, namun cukup untuk membuat Baggio jadi pemain termahal pada saat itu.

Sama seperti Platini, Baggio juga memperkuat Juventus selama lima musim. Ia berhasil mengantongi tiga trofi dari beberapa ajang bergengsi dan mencatatkan 200 kali penampilan serta mencetak 115 gol.

Kedatangan Baggio di Turin membuat kekacauan di Italia, terkhususnya kota Florence. Namun sebelum ke sana, ada baiknya untuk mengetahui kisah Baggio dengan Fiorentina terlebih dahulu.

Berkutat dengan Cedera, Bangkit Menjadi Bintang

Kisah Baggio dengan Fiorentina dimulai pada tahun 1985. Ia direkrut dari klub Italia lainnya, Vicenza, dengan mahar sebesar 1,5 juta pounds. Kisahnya dimulai dengan perjuangan dan jatuh bangun akibat cedera.

Pada tahun 1986, Baggio mengalami cedera parah yang membuatnya harus mendapatkan 220 jahitan. Dalam proses penyembuhan, Baggio sampai harus kehilangan 12 kilogram berat badannya. Dan cedera tersebut membuatnya harus melewatkan hampir seluruh musim.

Baggio berhasil menebus kesabaran Fiorentina dengan pundi-pundi golnya. Pada musim 1988/89, Baggio sukses membukukan 15 gol dan membuatnya duduk di peringkat ketiga dalam daftar pencetak gol terbanyak Serie A. Kontribusi besarnya membuat Fiorentina bisa finis di peringkat tujuh kala itu. Dan secara total, Baggio berhasil mencetak 27 gol.

Baggio juga membentuk salah satu duo terbaik dalam sejarah Fiorentina bersama Stefano Borgonovo, yang dikenal dengan sebutan B2. Perlu diketahui bahwa 29 dari 44 gol Fiorentina berasal dari kaki mereka.

Aksi-aksi memukau dari Si Ekor Kuda Poni membuat penggemar Fiorentina kerap tenggelam dalam sukacita. Bahkan eks playmaker La Viola, Miguel Montuori, berani menyebut Baggio sebagai nomor 10 terbaik di liga dan bahkan lebih produktif ketimbang legenda Argentina serta Napoli, Diego Maradona.

Sayangnya, Baggio gagal mendekorasi karirnya yang apik di Fiorentina dengan trofi, termasuk dari Serie A. Tapi setidaknya ia pernah mengantar Fiorentina sampai ke final UEFA Cup dan bertemu dengan sang juara, Juventus.

Cinta yang Dikhianati

Pada tahun 1990, Fiorentina mengumumkan bahwa Roberto Baggio telah dilepas ke klub rival, Juventus. Kabar itu seperti petir di siang bolong bagi fans La Viola yang sangat mencintainya. Mereka dihadapkan pada fakta bahwa aksi Baggio tidak bisa dinikmati lagi di Artemio Franchi setiap pekannya.

Jelas saja, kabar tersebut menyulut amarah fans La Viola. Hubungan Juventus dengan Fiorentina sendiri sudah buruk sejak tahun 1982, di mana Bianconeri menjadi juara pada penghujung musim. Menjual pemain bintang ke klub rival dianggap sebagai kesalahan yang fatal. Hanya satu yang bisa dipikirkan oleh fans La Viola kala itu: Turun ke jalan!

Fans Fiorentina membuat kerusuhan di Kota Florence. Lemparan batu bata hingga molotov menghiasi langit kota. Besi, tiang, dan objek-objek lainnya pun terus berlalu-lalang di udara. Kejadian ini merupakan perwujudan dari bagaimana besarnya rasa cinta fans Fiorentina yang kemudian dikhianati oleh penjualan sang pujaan.

Namun Fiorentina tidak memiliki pilihan. Mereka saat itu sedang dilanda krisis keuangan. Baggio menyatakan bahwa dirinya terpaksa pergi demi menolong klub. Dan Juventus siap memecahkan rekor transfer hanya untuk membelinya.

Sayangnya fans Fiorentina sudah terlanjur mengamuk. Mereka membuat kekacauan besar-besaran. Jika hanya fasilitas kota yang dirusak, mungkin tak mengapa. Kenyataannya ada 50 korban jiwa yang harus dirawat secara intensif pasca kejadian tersebut dan sembilan orang mendekam di penjara.

Penalti, Scarf, dan Amarah Fans Juventus

Hubungan Baggio dengan Juventus sendiri, sebenarnya, tidak begitu baik sejak awal. Semuanya diawali pada masa perkenalan, di mana dirinya menolak mengenakan scarf Juventus. Rasa cintanya untuk Fiorentina waktu itu masih sangat besar.

Situasinya kian memburuk pada tahun 1991, tepatnya saat Juventus bertandang ke markas La Viola. Kedua tim itu memiliki kekuatan yang tidak jauh beda; Juventus finis di peringkat ke-7, sementara Fiorentina ada di posisi 12. Perlu diketahui bahwa ini adalah kunjungan pertama Baggio ke Artemio Franchi semenjak pindah ke Turin.

Fans Fiorentina kompak menyerang Baggio dengan sorakan bernada negatif. La Viola pun sedang unggul saat itu berkat gol Diego Fuser. Namun anehnya, fans La Viola berhenti bersorak saat Baggio dijatuhkan di kotak penalti Fiorentina. Juventus mendapatkan kesempatan dari titik putih.

Umumnya, Baggio-lah yang akan mengeksekusi penalti tersebut. Namun ia menolak dengan dalih bahwa mantan rekan setimnya yang mengawal gawang Fiorentina sudah tahu tabiatnya dalam mengeksekusi penalti. Tanggung jawab itu lantas diberikan kepada Luigi De Agostini yang gagal melaksanakan tugasnya dengan baik. Fans Fiorentina bersorak kencang dan berbalik mendukung Baggio. Namun tidak dengan fans Juventus.

Baggio belum puas untuk menunjukkan rasa cintanya ke Fiorentina. Saat ditarik untuk digantikan pemain lain, seorang fans Viola melemparkan scarf ke lapangan kepada Baggio. Ia mengambil scarf tersebut dan mengenakannya tanpa sungkan. Jelas, amarah fans Juventus langsung memuncak.

Dua hari setelah pertandingan, giliran fans Juventus yang melakukan aksi protes walau tidak separah tifosi Fiorentina. Dari laporan, diketahui ada sekitar 300 fans mendatangi tempat latihan klub untuk mengkritik sang No.10. Luigi Maifredi yang merupakan pelatih Bianconeri saat itu sampai harus berusaha membela Baggio dan meredam amarah fans.

Membasuh Luka Hati Fans Juventus

Rasa percaya fans Juventus kemudian pulih dengan serangkaian gol-gol penting yang diciptakan oleh Baggio. Bahkan Baggio, pada musim 1992/93, berhasil mempersembahkan trofi UEFA Cup dengan ban kapten di lengannya.

Penampilannya sangat memukau di babak final dengan wakil dari Jerman, Borussia Dortmund, sebagai lawannya. Ia mencetak dua gol di tiap leg serta membuat satu assist sehingga Juventus bisa menang dengan agregat telak 6-1.

Sayang prestasi apik itu tidak berlanjut ke Serie A, di mana Juventus hanya mampu finis di peringkat ke-4. Tapi Baggio sukses mencatatkan rekor pribadi dengan torehan 30 gol dari berbagai kompetisi. 21 gol di antaranya tercipta di ajang Serie A yang membuatnya jadi runner-up capocannoniere pada musim tersebut.

Baggio berhasil mendapatkan tempat di hati Juventus kala itu, namun tidak bertahan lama. Memasuki musim 1994/95, Juventus mendatangkan Marcello Lippi sebagai pengganti Giovanni Trappatoni. Misi Lippi kala itu adalah membuat tim yang tidak bergantung sepenuhnya kepada Baggio. Ia ditempatkan di posisi yang tidak biasanya serta harus melewatkan banyak pertandingan akibat cedera.

Kehadiran Alessandro Del Piero membuat situasinya kian memburuk. Fans Juventus sudah terpana oleh aksi pemain muda yang direkrut dari Padova tersebut. Alhasil, jumlah penampilannya pun menjadi semakin sedikit dan artinya pundi-pundi golnya kian menipis. Meski begitu, Baggio masih mampu mempersembahkan delapan gol serta delapan assist dan membantu Juventus meraih Scudetto pada musim tersebut.

Di musim yang sama, Baggio juga turut serta membantu Juventus meraih juara di ajang Coppa Italia. Ia juga tampil impresif pada babak final UEFA Cup melawan tim asal Italia lainnya, Parma. Sayangnya, itu tidak cukup untuk membantu Juventus mendapatkan kemenangan. Jika ditotal, perjalanan Baggio di Juventus menghasilkan tiga trofi dari ajang yang berbeda-beda dengan torehan 115 gol dari 200 penampilan.

Kehidupan Pasca Juventus

Sosok Baggio tergantikan oleh Del Piero dan membuat Juventus harus melepasnya ke klub lain. Manajemen tim kemudian menerima proposal dari rival, AC Milan, yang bernilai 6,8 juta pounds di musim 1995/96. Kepergian Baggio sebenarnya diiringi protes dari fans Juventus. Apalagi karena Baggio, pada saat itu, juga sedang diminati oleh klub dari luar Italia seperti Real Madrid dan Manchester United.

Keputusan Juventus melepas Baggio ke Milan terbukti salah, sebab ia berhasil membantu Rossoneri meraih Scudetto pada musim yang sama. Perlu diketahui bahwa jumlah gol Baggio menurun drastis kala itu. Namun ia membuktikan bahwa dirinya masih berguna dengan torehan 12 assist, terbanyak dibanding pemain Serie A lainnya pada musim tersebut.

Pergantian sosok di kursi kepelatihan, mulai dari Oscar Tabarez dan bahkan Arrigo Sacchi yang pernah bermasalah dengannya, membuat kesempatan tampil Baggio jadi kian sedikit. Karirnya di Milan hanya berjalan selama dua tahun dan Baggio harus pindah ke klub Serie A lainnya, Bologna.

Sebelum ke Bologna, Baggio sempat ditolak oleh Parma yang kala itu diasuh Carlo Ancelotti. Ia merasa bahwa Baggio tidak akan cocok dengan skemanya.

Baggio hanya bertahan selama satu musim, kendati sukses menemukan performa terbaiknya kembali dan mencetak 22 gol. Pada tahun 1998, ia pindah ke Inter Milan dan bermain selama dua musim. Ia tidak bertahan lama lantaran bersitegang dengan Lippi yang datang pada musim 1999/00. Ia pindah ke Brescia dan kemudian menutup karirnya dengan indah.